Oleh: Sutikno
tiknosunni71@gmail.com
Masa anak-anak usia sekolah
dasar saat ini sangat berbeda dengan masa tahun 1990-an. Pembeda yang sangat
besar adalah perkembangan teknologi. Pada tahun 1990-an dengan sedikitnya
jumlah televisi, anak-anak masih sempat bermain dengan teman sebayanya sore atau
malam hari. Permainan gobak sodor, betengan, kelereng atau sekadar memutar ban bekas
sepeda.
Dunia anak-anak saat ini dikelilingi
teknologi tinggi. Mudah dijumpai siswa sekolah dasar memegang gadget. Bahkan
anak-anak yang belum sekolah pun sudah ditemani benda tersebut. Gadget pun
berganti peran menjadi pengasuh anak-anak.
Gadget atau gawai dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai peranti elektronik atau mekanik dengan fungsi praktis
(https://kbbi.kemdikbud.go.id). Sedangkan dalam ensiklopedi Wikipedia
gadget adalah suatu peranti atau
instrumen yang memiliki tujuan dan fungsi praktis yang secara spesifik
dirancang lebih canggih dibandingkan dengan teknologi yang
diciptakan sebelumnya (https://id.wikipedia.org).
Pembeda gadget dengan
teknologi lainnya adalah unsur kebaruan dan berukuran lebih kecil. Sebagai
contoh: (1) komputer merupakan alat elektronik yang memiliki pembaruan
berbentuk gadgetnya laptop/notebook/netbook dan (2) telepon rumah merupakan
alat elektronik yang memiliki pembaruan berbentuk gadgetnya telepon seluler.
Benda-benda yang termasuk
gadget antara lain: telepon seluler, telepon pintar, tablet, laptop, kamera
digital, dan pemutar musik. Perkembangan gadget semakin pesat dan mutakhir.
Berbagai merk beredar di pasaran. Harga gadget pun semakin terjangkau.
Harga yang terjangkau menjadikan
sebagian besar siswa SD memiliki gadget. Hasil survei The Asian Parent menunjukkan 98% anak-anak di Asia Tenggara
menggunakan gadget. Survei ini menyasar 2.500 orang tua di Singapura, Thailand,
Indonesia, Malaysia, dan Filipina pada awal tahun 2014 (Maya, 2014).
Hasil survei The Asian Parent juga menunjukkan tujuan
orang tua memperbolehkan anak-anak menggunakan gadget untuk keperluan edukasi.
Selain itu, alasan lainnya adalah untuk hiburan, pengenalan teknologi sejak
dini, serta untuk membuat mereka tenang atau sibuk.
Pelarangan membawa dan
menggunakan gadget tidaklah berdampak signifikan. Hal ini disebabkan mereka
dapat menggunakan secara sembunyi-sembunyi. Sebagai konsekuensi hidup dalam era
global, dampak gadget pada anak-anak bergantung pada pengaturan penggunaan
gadget yang baik.
Gadget
yang Aman
Penggunaan gadget untuk siswa
SD harus memenuhi standar keamanan bagi anak-anak. Gadget dapat menyebabkan kecanduan. Hal ini ditunjukkan
dengan gejala anak-anak merasa tidak nyaman ketika beberapa saat tidak memegang
gadget (Widjanarko dan Esther, 2016). Kecanduan ini menyebabkan anak menjadi
abai dengan kewajiban belajar maupun bersosialiasi. Pemakaian gadget yang aman paling
tidak diatur sebagai berikut.
Pertama, penggunaan
dibatasi waktu. Akademi Dokter Anak Amerika dan Perhimpunan Dokter Anak Kanada
menyatakan batas aman bagi siswa SD menggunakan gadget adalah dua jam sehari (Fitriyani,
2017). Selanjutnya dipaparkan bahwa anak-anak dan remaja yang menggunakan
gadget berlebihan memiliki risiko
kesehatan serius yang dapat mengakibatkan kemarian. Oleh karena itu, anak-anak
perlu dilibatkan dengan permainan fisik yang ada di lingkungan sekitar,
misalnya sepak bola, kelereng, dan lain-lain.
Kedua, pasang fitur kontrol
orang tua. Orang tua wajib melek teknologi dengan mengaktifkan fitur kontrol
orang tua. Sekolah dapat memberikan edukasi kepada orang tua tentang penggunaan
fitur ini. Fitur kontrol orang tua berfungsi melindungi anak dari dampak negatif
penggunaan gadget. Orang tua dapat memantau kegiatan anak-anak dan lokasi
dengan perangkatnya (Setyanti, 2014).
Ketiga, dampingi anak-anak
ketika bermain gadget. Selain dapat mengontrol perilaku anak dalam memanfaatkan
gadget, orang tua juga dapat menjalin komunikasi lebih intensif dengan anaknya.
Ajukan pertanyaan-pertanyaan tentang aplikasi atau game yang sedang dimainkan.
Keempat, orang tua dan guru
sebagai teladan. Penggunaan gadget harus memperhatikan kondisi. Ketika guru
sedang dalam proses pembelajaran hindarkan sejauh mungkin menggunakan gadget
yang tidak berhubungan dengan pembelajaran. Demikian pula orang tua, ketika
berkumpul dengan keluarga di rumah, manfaatkan untuk berkomunikasi lebih
intensif dengan anak-anak. Jangan jadikan jarak dekat menjadi jauh. Semua orang
sedang tekun memegang gadget masing-masing, namun, abai dengan orang di
sekitarnya.
Gadget
sebagai Media Pembelajaran
Piaget berpendapat,
anak-anak SD cara berpikirnya pada tahapan operasional konkrit (Budiyarti,
2014: 72). Pada tahapan ini anak-anak sudah mampu berpikir rasional, seperti
penalaran untuk menyelesaikan suatu masalah yang konkret (aktual). Oleh karena
itu pembelajaran tanpa media berakibat siswa tidak mampu belajar dengan
optimal.
Salah satu fungsi media
dalam pembelajaran yakni sebagai pembawa informasi atau pesan pembelajaran
sesuai kebutuhan siswa. Media pembelajaran bermanfaat agar pesan yang
disampaikan lebih jelas. Media juga dapat mengurangi verbalistis serta
mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indera.
Gadget tergolong media
pembelajaran berkategori pandang-dengar (Susilana dan Cepi, 2009). Sejauh mana
manfaat gadget sebagai media pembelajaran, bergantung pada kreativitas guru. Guru
harus membuat perencanaan yang baik untuk memanfaatkan gadget dalam
pembelajarannya.
Pertama, gadget dapat
dimanfaatkan dengan tujuan siswa mampu mengeksplorasi sumber-sumber belajar. Guru
menugaskan kepada siswa untuk mencari sumber belajar pada materi tertentu,
mempelajarinya dan mendiskusikan dalam kelompoknya. Sumber belajar ini dapat
dibagikan dalam bentuk pranala, berkas atau siswa aktif menemukan sumber
belajar sendiri.
Kedua, menjadikan gadget
sebagai piranti dokumentasi proyek. Topik yang dapat memanfaatkan gadget dalam
pembelajaran tersebar pada berbagai mata pelajaran. Mata pelajaran Bahasa
Indonesia dengan topik wawancara, IPA dengan bentuk-bentuk daun, matematika
dengan pengumpulan data, dan seterusnya. Setiap proyek harus dibuatkan laporannya.
Ketiga, gadget sebagai
media presentasi. Gadget yang dimiliki siswa dipasang aplikasi dokumen,
penghitung angka (excel), presentasi
dan pemutar video. Saat ini melalui gadget tersebut siswa dapat menyusun
presentasi yang menarik dan menyajikan di depan kelas melalui jaringan
nirkabel. Pemanfaatan gadget dapat mengeksplorasi kompetensi siswa dalam hal
menulis, membuat komposisi (seni), mengatur waktu, dan menyajikan (presentasi).
Gadget
Multimanfaat
Gadget di tangan anak
ibarat pisau bermata dua. Pengguna dapat mengambil manfaat atau mudarat. Siswa SD
dapat memanfaatkan gadget sebagai: (a) sarana komunikasi; (b) sarana belajar;
(c) sarana bermain atau hiburan; dan (d) sarana aktualisasi diri.
Fungsi utama telepon seluler pada awalnya sebagai sarana komunikasi.
Alat ini menghubungkan orang melalui panggilan suara dan pesan. Perkembangan telepon
seluler selanjutnya, yaitu telepon pintar dapat melakukan panggilan video.
Selain itu komunikasi juga dapat dilakukan melalui surat elektronik atau
aplikasi obrolan daring. Orang tua juga dapat memantau keberadaan anaknya
melalui aplikasi penanda lokasi.
Sarana belajar menggunakan gadget dapat dilakukan dengan memasang aplikasi
tertentu. Aplikasi tersebut diantaranya aplikasi belajar membaca, perpustakaan
digital, toko buku digital atau aplikasi pembaca buku elektronik. Sebagian buku
bacaan untuk anak-anak sudah dibuatkan versi digitalnya. Buku-buku digital ada
yang gratis ada pula yang berbayar. Khusus buku pelajaran telah digitalkan
dengan tajuk Buku Sekolah Elektronik (BSE).
Orang tua dan guru secara regular merilis buku-buku yang dapat dibaca
anak-anak. Selain meningkatkan kemampuan membaca ada kompetensi lain yang dapat
diambil dari aktivitas ini. Kemampuan merangkum hasil bacaan dan menceritakan
kembali buku yang telah dibaca merupakan kompetensi yang dapat dikembangkan.
Bilamana guru dan orang tua tidak memberikan tindak lanjut setelah
membaca buku maka pengembangan kompetensi anak-anak tidak maksimal. Orang tua
wajib menyisihkan sehari minimal 30 menit untuk mengetahui hasil bacaan anak-anaknya.
Metode seperti ini sekaligus untuk mendekatkan hubungan orang tua dan anak.
Gadget sebagai sarana belajar dapat dimanfaatkan dengan memasang aplikasi-aplikasi
pengeksplor minat anak-anak. Anak-anak dapat belajar membaca, matematika, IPA,
bahasa asing dengan bantuan gadget. Bahkan ada aplikasi yang dapat membantu
anak-anak menambah vocabulary-nya dan
memperbaiki cara membaca (pronunciation)
dengan balikan berupa suara.
Salah satu sarana belajar yang disediakan oleh Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan adalah rumah belajar. Pada situs web ini tersedia sumber belajar
yang dapat dipakai anak-anak untuk meningkatkan kompetensi mereka. Selain itu anak-anak
juga dapat berlatih mengerjakan soal dan bergabung dalam kelas maya.
Anak-anak juga dapat belajar keterampilan melalui gadget. Keterampilan
seni kriya, fotografi, video dan lain-lain. Salah satu kisah sukses yakni
seorang siswa sekolah dasar berusia sembilan tahun, mampu menjual slime dengan omzet Rp 50 juta/bulan (Detik
Finance, 2017). Keterampilan membuat slime
diperoleh dari video tutorial yang ada di gagdetnya. Promosi slime-nya juga dilakukan melalui media
sosial sehingga mampu menjual sampai
luar negeri. Hal ini menunjukkan gadget dapat dimanfaatkan sebagai alat
aktualisasi diri.
Gadget sebagai sarana bermain merupakan keinginan anak-anak yang paling
besar. Tergantung pada orang tua, jenis permainan yang dapat dipasang pada
gadget anak-anak. Tersedia jenis-jenis permainan sekaligus wahana untuk
belajar. Misalnya: puzzle, permainan
matematika, tebak gambar, adu cermat, dan lain-lain.
Gadget
untuk Literasi
Salah satu keterampilan yang dibutuhkan di Abad 21 adalah digital literacy (British Council, 2017).
Anak-anak yang sudah terlanjut berteman dengan gadget di tangannya perlu
dikembangkan literasi digitalnya. Pemahaman literasi digital akan membawa siswa
SD tidak hanya sekadar menekan tombol agar terhubung ke dunia maya. Anak-anak
perlu dibekali keterampilan 4 K (Dowd, 2017).
Pertama, berfikir kritis. Siswa perlu berfikir kritis ketika membaca
artikel atau melihat foto yang belum tentu dijamin kebenarannya, yakni ada
potensi berita palsu (hoaks). Siswa harus memahami cara menemukan informasi
yang benar dan baru tanpa terjebak dengan berita palsu. Semakin mudah akses
media sosial, semakin rentan mendapat berita palsu, bahkan penipuan jika siswa
tidak mampu berpikir kritis.
Kedua, kreativitas. Anak-anak
tidak sekadar diposisikan sebagai pengguna gadget. Mereka dapat dirangsang dan
dikembangkan potensinya untuk membuat aplikasi yang berkualitas dan bermanfaat.
Agar dapat bermanfaat lebih serta mengetahui keasliannya maka anak-anak
didorong untk mempublikasikan karyanya.
Ketiga, komunikasi. Kemampuan berkomunikasi sangat penting di situasi
manapun. Khususnya komunikasi di dunia maya. Siswa dibimbing agar mampu
berkomunikasi dengan bijak. Komunikasi tidak bermakna sempit dengan aplikasi chatting belaka. Berkomunikasi dalam hal
ini termasuk berbagi informasi, berbagi file maupun aplikasi. Setiap konten
atau komentar yang pernah diunggah akan menjadi jejak digital. Anak-anak perlu
disadarkan agar meninggalkan jejak digital yang positif. Kemampuan komunikasi
yang baik juga akan mampu menghubungkan mereka dengan anak-anak lain di dunia
tanpa batas.
Keempat, kolaborasi. Aplikasi-aplikasi baru diciptakan salah satunya
supaya anak-anak mampu berkolaborasi dengan anak lain. Teknologi tidak
menjadikan mereka asing dengan lingkungan sekitar atau orang lain di dunia
maya, tetapi mampu menghubungkan dengan orang lain. Kemampuan kolaborasi akan
membantu siswa untuk menghadapi tantangan global.
Selain itu gadget yang dimiliki siswa dapat untuk mengembangkan literasi
membaca, menulis, angka dan keuangan. Telah tersedia aplikasi membaca permulaan
sampai aplikasi membaca e-book.
Aplikasi membaca ini juga disertai kemampuan suara yakni membacakan teks-teks
yang ada.
Guru dan orang tua membuat perencanaan yang baik dengan mengumpulkan aplikasi-aplikasi
yang mendukung anak-anak mengembangkan kemampuan membacanya. Selain itu
dilengkapi dengan buku-buku yang bermutu. Jadi buku-buku elektronik yang dapat
dibaca siswa telah melewati kontrol orang tua dan guru. Oleh karena itu sangat
penting melibatkan orang tua dalam pengembangan literasi membaca bagi
anak-anak.
Siswa SD juga dapat dikembangkan literasi menulisnya melalui gadget. Mereka
sudah mampu memainkan jemarinya di atas papan ketik yang ada di gadgetnya. Siswa
SD sudah terbiasa berkirim pesan melalui aplikasi messenger. Selain itu sebagain dari mereka sudah mafhum dengan pembaharuan
status di facebook, twitter, whatsapp maupun instagram.
Kemampuan ini dapat dioptimalkan dengan memanfaatkan aplikasi pembuat tulisan
yang ada di gadget. Bahkan saat ini sudah ada aplikasi yang dapat mengubah
suara menjadi teks, misalnya: speechnotes,
speech to text, dan lain sebagainya.
Menulis bukan sesuatu yang sulit.
Pengembangan literasi menulis dapat dimulai dengan mencatat kegiatan
sehari-hari atau berupa catatan harian (diary).
Selanjutnya dapat dikembangkan dengan tanggapan atas kejadian atau peristiwa
yang dialami atau dilihat. Bahkan siswa dapat diajak menulis tentang gurunya,
teman, kepala sekolah atau tentang sekolahnya.
Kumpulan-kumpulan tulisan tersebut dengan bantuan guru dapat dicetak
menjadi sebuah buku antologi. Suatu ketika bukan sesuatu yang mustahil mereka dapat
membuat tulisan fiksi atau nonfiksi dengan baik. Hal ini terbukti dengan
anak-anak usia 7-12 tahun yang mampu mempublikasikan bukunya. Salah satunya
melalui Kecil-Kecil Punya Karya dari Penerbit Mizan (http://rumahkkpk.com/).
Literasi angka dan keuangan juga dapat dikembangkan melalui gadget.
Bagaimana siswa mengelola uang yang dimiliki dengan membuat catatan yang rutin
tentang uang masuk dan keluar. Aplikasi pencatat keuangan juga dapat dipasang
di gadget. Setiap bulan siswa diajak untuk mengevaluasi catatan pemanfaatan
uangnya. Selain untuk pembelajaran aritmatika sekaligus pembelajaran manajemen
keuangan bagi siswa. Bahkan aplikasi ini sudah menampilkan grafik sebagaimana
pembelajaran diagaram bagi siswa kelas 6 SD. Siswa dapat belajar membaca
diagaram. Antar siswa juga dapat saling memberi soal tentang diagram.
Gadget dapat berdampak positif maupun negatif. Semua bergantung kepada
pengambil manfaatnya. Penggunaan gadget bagi anak usia sekolah dasar wajib
didampingi dan diarahkan oleh orang tua dan guru. Tujuan akhir dari penggunaan
gadget bagi anak sekolah dasar yakni meninggikan manfaat dan mengurangkan
mudarat.
Daftar
Pustaka
British Council. 2017. Connecting
Classrooms: An introduction to core skills for leaders. Jakarta: British
Council.
Budiyarti, Sri.
2014. Problematika Pembelajaran di Sekolah Dasar. Yogyakarta: Deepublish.
Detik Finance. 2017. Bisnis
Slime, Siswi SD Ini Kantongi Omzet Rp 50 Juta/Bulan. https://finance.detik.com/solusiukm/3494763/bisnis-slime-siswi-sd-ini-kantongi-omzet-rp-50-jutabulan,
diunduh pada tanggal 1 Oktober 2017.
Dowd, Erin. 2017. Skills
for Today: Digital Literacy & The Importance of the 4Cs in a Global Context. Partnership for 21st
Century Learning, http://www.p21.org/news-events/p21blog/2172-digital-literacy-a-the-importance-of-the-4-cs-in-a-global-context,
diunduh pada tanggal 1 Oktober 2017.
Fitriyani. 2017. Penelitian: ini 10 Bahaya Gadget bagi Anak di
bawah usia 12 Tahun. The Asian Parent Indonesia, https://id.theasianparent.com/10-bahaya-penggunaan-gadget-pada-anak/,
diunduh pada tanggal 1 Oktober 2017.
http://rumahkkpk.com/, diunduh pada tanggal 1 Oktober 2017.
https://id.wikipedia.org/wiki/Gawai,
diunduh pada tanggal 1 Oktober 2017.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/gawai,
diunduh pada tanggal 1 Oktober 2017.
Maya, A. 2014. Survey tentang Smartphone & Tablet – Hasilnya
Mengejutkan. The Asian Parent Indonesia, https://id.theasianparent.com/hasil-survey-smartphone-yang-mengejutkan/,
diunduh pada tanggal 1 Oktober 2017.
Setyanti,
Elfa Putri. 2014. Para orang tua, coba 5 aplikasi ini untuk memantau gadget
anak, https://id.techinasia.com/5-aplikasi-pantau-kegiatan-keamanan-smartphone-tablet-anak,
diunduh pada tanggal 1 Oktober 2017.
Susilana, Rudi dan
Cepi Riyana. 2009. Media Pembelajaran: Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan, dan
Penilian. Bandung: CV Wacana Prima.
Widjanarko, Jarot dan Esther Setiawati. 2016. Ayah Baik-Ibu
Baik, Parenting Digital: Pengaruh Gadget dan Perilaku terhadap Kemampuan Anak.
Jakarta: Keluarga Indonesia Bahagia.
This blog article is really good, can give me innovation to create a website. Thank you very much.
ReplyDeleteJoker123
Joker123